Sabtu, 22 Juni 2013

Amarah dan Kesabaran



“Ya Allah, berikanlah hamba hati seluas samudera.. Meskipun kerikil jatuh di dalamnya, hanya menimbulkan riak kecil yang akan lenyap seketika” – 21 Juni 2013

Manusia adalah makhluk mulia yang diciptakan Tuhan. Tidak ada manusia yang sempurna, namun ia lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk hidup lain di bumi ini. Manusia memiliki akal pikiran, dan dilengkapi dengan hawa nafsu. Keduanya dapat mengantarkan manusia ke gerbang kebajikan, namun tidak jarang pula membuat manusia tergelincir ke lembah keburukan.
Rasululllah pernah berwasiat, sebagaimana disebutkan dalam hadis, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Berilah wasiat kepadaku”. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah engkau marah”. Maka diulanginya permintaan itu beberapa kali. Sabda beliau: “Janganlah engkau marah”.(HR. al-Bukhari)
Amarah selalu dikaitkan dengan kesabaran. Orang-orang yang dapat menahan amarahnya, disebut-sebut sebagai orang yang sabar. Teladan tentang kesabaran, dapat kita pelajari dari Rasulullah yang sangat sabar dalam menegakkan agama Allah, meskipun mendapat tentangan dan siksaan dari kaum kafir. Begitu mulianya beliau, begitu suci hatinya, begitu indah budi pekertinya. Beliau mengajarkan pada kita, untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Justru kita harus membalasnya dengan kebaikan. Sebagaimana saat ia menyuapi seorang Yahudi buta yang selalu melemparinya batu, dengan kasih sayang. Hingga ketika Rasulullah wafat, Yahudi tersebut sangat merindukan suapan Rasulullah yang begitu lembut. Kasih sayang beliau, mampu melembutkan hati yang tadinya keras, hingga Yahudi itupun memeluk Islam.
       Mengelola nafsu amarah, memang tidak mudah, namun bukan berarti tidak dapat dilakukan. Saya yakin, masing-masing individu memiliki cara untuk mengelola amarahnya. Misalnya saja saya, yang didominasi oleh karakter melankolis. Cara yang paling mudah untuk mengelola amarah, adalah dengan merenung, yang seringkali diiringi dengan tetesan air mata. Jika direnungkan, saat mampu menahan amarah, dan mengalihkannya untuk selalu berfikir positif disertai niat untuk berbuat kebaikan, maka saat itulah saya naik satu tangga menuju kedewasaan. Saat merasakan tanda-tanda bahwa hati mulai memanas, ambillah air wudhu, kemudian sholat. Seusai sholat, mengadulah kepada Allah, memohon agar tidak ada noda yang mengotori hati. Bermuhasabah, renungkanlah, pikirkanlah kesalahan diri sendiri, maafkanlah kesalahan orang lain. Ingatlah bahwa Allah selalu bersama orang-orang yang sabar.
       Sebentar lagi, bulan Ramadhan datang menjelang. Saatnya kita untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, termasuk kesabaran.

         


Artikel Terkait:

1 komentar:

  1. ayo dong semangat menulis lagi, bersama kita bisa untuk mengembangkan kitaabah.com dan blog ini



    articleplong.blogspot.com

    BalasHapus