Minggu, 05 Mei 2013

Meneladani Keluarga Nabi


Syariat islam memiliki aturan yang jelas tentang menikah beda agama. Seorang wanita muslimdilarang menikah dengan laki-laki non muslim, dan pernikahannya dianggap tidak sah. Dan jika laki-laki muslim menikahi wanita non muslim, maka hukumnya ada dua macam yaitu :

  1. Laki-laki muslim dilarang menikahi wanita musyrik dengan dasar dalil dalam Surat Al Baqarah : 22. Ayat ini turun setelah seorang sahabat, meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk menikahi seorang wanita cantik dari kalangan penyembah berhala. Maka turunlah ayat ini, sebagai larangan untuk menikahinya.
  2. Seorang laki-laki muslim dibolehkan untuk menikahi wanita ahli kitab. Maksud dari ahli kitab disini yaitu wanita yang beragama nasrani atau yahudi. Dalilnya berdasarkan Surat Al Maidah : 5. Dalam kitabnya, Imam Syafi’I mendefinisikan yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah orang nasrani dan yahudi yang berketurunan bangsa Israel asli.
Para ulama sepakat meskipun dibolehkan menikahi wanita ahli kitab, hukumnya bisa berubah menjadi haram. Dikhawatirkan nanti anak-anaknya mengikuti agama ibunya atau berbeda keyakinan dapat berdampak buruk pada keharmonisan keluarga. Oleh karena itu pada tahun 1980, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa haram menikah beda agama. Termasuk laki-laki muslim yang menikahi wanita ahli kitab, karena dianggap lebih banyak mudharatnya.

Dalam Islam, menikah memiliki tujuan mulia, tidak sekedar menyalurkan fitrah biologis, membangun keluarga, dan memperbanyak keturunan. Tetapi membangun keluarga yang berkah dan juga abadi, tidak hanya didunia, tetapi juga di akhirat. Rasulullah mengingatkan dalam sabdanya, “Wanita dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka, pilihlah karena agamanya maka engkau akan beruntung”.

Jika ada enggota keluarga kita yang berlainan agama, kita wajib menghormatinya. Di dunia mereka ialah bagian dari keluarga kita. Namun ingatah kisah Nabi Nuh as yang menyuruh anaknya untuk naik bersama bahtera agar selamat dalam bencana banjir besar sebagai azab Allah. Namun ia lebih memilih berlindung ke atas gunung. Namun tetap saja banjir tersebut melanda siapa saja yang ada diluar kapal yang dibuat oleh Nabi Nuh. Kisah Nabi  Nuh ini ada di dalam Surat Hud : 42-46. Kisah ini mengingatkan kita bahwa hubungan darah bukanlah hubungan yang hakiki bagi seorang muslim. Karena jika bukan karena agama, setiap keluarga tidak akan utuh bersatu hingga hari akhir.

Alangkah indahnya keluarga yang dibangun dengan visi dan misi yang sama. Sebuah keluarga yang dibangun dengan pondasi iman, sehingga melahirkan generasi yang beriman. Seperti generasi para Nabi Ibrahim, yang telahirkan generasi orang-orang shaleh. 

Ketika kita memilih tempat tinggal untuk keluarga kita, sebaiknya yang pertama dipilih yaitu apakah rumah kita dekat dengan masjid atau tidak. Sehingga cahaya ibadah akan menungi rumah kita. Namun kebanyakan diantara kita lebih mengutamakan kediaman kita yang dekat dengan pusat perbelanjaan atau tempat hiburan. Padahal jika rumah kita dekat dengan masjid, sejak dini kita bisa mengajari anak-anak kita untuk encintai masjid dan sering sholat berjamaah.

Generasi yang beriman, akan lahir dari orang-orang yang beriman.

source: khazanah trans7


Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar