Syariat
islam memiliki aturan yang jelas tentang menikah beda agama. Seorang wanita
muslimdilarang menikah dengan laki-laki non muslim, dan pernikahannya dianggap
tidak sah. Dan jika laki-laki muslim menikahi wanita non muslim, maka hukumnya
ada dua macam yaitu :
- Laki-laki muslim dilarang menikahi wanita musyrik dengan dasar dalil dalam Surat Al Baqarah : 22. Ayat ini turun setelah seorang sahabat, meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk menikahi seorang wanita cantik dari kalangan penyembah berhala. Maka turunlah ayat ini, sebagai larangan untuk menikahinya.
- Seorang
laki-laki muslim dibolehkan untuk menikahi wanita ahli kitab. Maksud dari
ahli kitab disini yaitu wanita yang beragama nasrani atau yahudi. Dalilnya
berdasarkan Surat Al Maidah : 5. Dalam kitabnya, Imam Syafi’I
mendefinisikan yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah orang nasrani dan
yahudi yang berketurunan bangsa Israel asli.
Para
ulama sepakat meskipun dibolehkan menikahi wanita ahli kitab, hukumnya bisa
berubah menjadi haram. Dikhawatirkan nanti anak-anaknya mengikuti agama ibunya
atau berbeda keyakinan dapat berdampak buruk pada keharmonisan keluarga. Oleh
karena itu pada tahun 1980, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan
fatwa haram menikah beda agama. Termasuk laki-laki muslim yang menikahi wanita
ahli kitab, karena dianggap lebih banyak mudharatnya.
Dalam
Islam, menikah memiliki tujuan mulia, tidak sekedar menyalurkan fitrah
biologis, membangun keluarga, dan memperbanyak keturunan. Tetapi membangun
keluarga yang berkah dan juga abadi, tidak hanya didunia, tetapi juga di
akhirat. Rasulullah mengingatkan dalam sabdanya, “Wanita dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya,
kecantikannya dan agamanya. Maka, pilihlah karena agamanya maka engkau akan
beruntung”.
Jika
ada enggota keluarga kita yang berlainan agama, kita wajib menghormatinya. Di
dunia mereka ialah bagian dari keluarga kita. Namun ingatah kisah Nabi Nuh as
yang menyuruh anaknya untuk naik bersama bahtera agar selamat dalam bencana
banjir besar sebagai azab Allah. Namun ia lebih memilih berlindung ke atas
gunung. Namun tetap saja banjir tersebut melanda siapa saja yang ada diluar
kapal yang dibuat oleh Nabi Nuh. Kisah Nabi
Nuh ini ada di dalam Surat Hud : 42-46. Kisah ini mengingatkan kita
bahwa hubungan darah bukanlah hubungan yang hakiki bagi seorang muslim. Karena
jika bukan karena agama, setiap keluarga tidak akan utuh bersatu hingga hari
akhir.
Alangkah
indahnya keluarga yang dibangun dengan visi dan misi yang sama. Sebuah keluarga
yang dibangun dengan pondasi iman, sehingga melahirkan generasi yang beriman.
Seperti generasi para Nabi Ibrahim, yang telahirkan generasi orang-orang
shaleh.
Ketika
kita memilih tempat tinggal untuk keluarga kita, sebaiknya yang pertama dipilih
yaitu apakah rumah kita dekat dengan masjid atau tidak. Sehingga cahaya ibadah
akan menungi rumah kita. Namun kebanyakan diantara kita lebih mengutamakan
kediaman kita yang dekat dengan pusat perbelanjaan atau tempat hiburan. Padahal
jika rumah kita dekat dengan masjid, sejak dini kita bisa mengajari anak-anak
kita untuk encintai masjid dan sering sholat berjamaah.
Generasi yang beriman, akan
lahir dari orang-orang yang beriman.
source: khazanah trans7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar