Ayah
dan ibu mutlak memiliki peran penting dalam keluarga. Ayah dan ibu juga
memiliki peran yang berbeda karena memiliki wilayah masing – masing. Ibu
sebagai madrasah awal bagi anak – anaknya maka peran ibu mulai dari dalam
kandungan hingga umur 5 tahun, sedangkan ayah memiliki peran memberikan
pendidikan serta nafkah yang halal bagi anak – anaknya.
Rasulullah
bersabda, setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kepemimpinan akan dimintai
pertanggungjawabannya dihadapan Allah kelak. Didalam syariat islam kedudukan
seorang ayah sangat penting dan mulia. Dalam hadist tersebut jelas tugas
seorang ayah adalah memimpin istri, anak, dan siapa saja yang tinggal
dirumahnya. Karena itu, laki - laki yg diklaim sebagai ayah kelak dimintai
pertanggungawabanya oleh Allah swt.
Seorang
ayah dalam islam bukan hanya berperan sebagai seorang yang diamanahkan untuk
membesarkan anaknya saja, tapi ayah diharuskan membentuk anaknya menjadi
generasi – generasi islam yang saleh. Karenanya, anak merupakan perhiasan.
Dikatakan perhiasan karena anaknyalah yang nanti akan bersaksi dihadapan Allah
atas apa yang telah diajarkan seorang ayah pada anaknya. Jadi para ayah tak
risau sebab karena anaknya yang insya Allah akan menyelamatkannya karena telah
menjadi generasi islam yang saleh.
Dua
hal yang harus dilakukan seorang ayah agar anaknya bisa menjadi generasi islam
yang saleh yakni:
1. Memberikan
pelajaran tentang pendidikan akhlaq.
Akhlaq seorang anak adalah
cerminan akhlaq ibu bapaknya. Imam Al – Ghazali mengatakan dalam sebuah
kitabnya, jika seorang anak mempunyai akhlaq yang baik maka sejahteralah
hidupnya dunia akhirat. Tapi jika mempunyai akhlaq yang buruk, tidak
dipedulikan sebagai mana hewan, maka ia akan hancr dan binasa.
Jika seorang ayah tidak
bisa mendidik akhlaq anaknya maka sudah diwajibkan baginya untuk mencarikan
sebuah lembaga yang dapat mendidik dan membentuk akhlaq anaknya dengan baik,
karena misi dakwah silam kedepannya berada dipundak anak – anak yang mulia.
2. Pembentukan
dalam bidang berpikir.
Berpikir itu penting karena
generasi islam yang saleh adalah mereka yang mempunyai kemampuan berpikir yang
briliyan. Kemampuan berpikir berupaya untuk berkretifitas, imajinasi,
berwawasan luas, penguatan daya ingat, kemampuan analisis, dan kemampuan
mengenal yang menciptakan-Nya. Dari sinilah ayah mengenalkan Allah kepada anak
– anaknya.
Rasulullah
pernah berpesan, muliakanlah anak – anak mu dan baguskanlah akhlaqnya. Setelah
membentuk akhlaq yang baik, maka tugas selanjutnya seorang ayah adalah dengan
menjaga si anak dari lingkungan yang negatif. Jika tidak dijaga, akhlaq yang
selama ini sudah terbentuk pada si anak dan otak yang telah bisa berpikir briliyan
akan sia – sia saja. Anak yang sudah terintimidasi oleh lingkungan negatif maka
sudah tidak bisa dibanggakan. Oleh karena itu menjaga lingkungan anak begitu
penting. Tidak bisa dipungkiri bahwa hal yang bisa merusak pendidikan akhlaq
mereka adalah lingkungan luar yang tidak baik.
Dalam
hadist yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim yang shahih dikatakan bahwa
Rasulullah mempunyai perumpamaan untuk teman yang saleh dan teman yang buruk
seperti seorang yang membawa minyak wangi dengan tukang pandai besi. Bila kamu
berteman dengan seorang yang membawa minyak wangi itu boleh jadi kamu akan
memberi atau menerima atau terkena cipratan wewangiannya. Sedangkan tukang
pandai besi boleh jadi akan membakar pakaianmu atau engkau akan mendapatkan bau
busuknya. Artinya yang ayah diwajibkan untuk mengenalkan komunitas yang mampu
untuk menjaga kebaikan akhlaq sang anak agar pendidikan akhlaq yang telah
tertanam pada si anak tidak terpengaruh hal negatif dan berakhir sia – sia.
Baiknya juga ayah mengontrol pergaulan anaknya ketika berada di luar rumah.
Menjadi
seorang ayah menuntut pendidikan iman yang tinggi oleh Allah swt. Seperti kisah
Nabi Ibrahim dan anaknya, Nabi Ismail saat peristiwa dimana Allah memerintahkan
kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih Nabi Ismail. Dimana akhirnya Nabi Ismail
lah yang menyetujui perintah Allah tersebut dan menguatkan iman sang ayah.
Meski dalam perjalanan menuju tempat penyembelihan mereka diganggu oleh syetan
tapi iman mereka tidak goyah. Bahkan mereka menimpuki syetan yang menggoda
mereka dengan bebatuan.
Dari
kisah tersebut bisa kita petik dua hal yang menjadi pelajaran untuk kita.
Pertama, sebagai seorang mukmin yang mengaku beriman kepada Allah tak mungkin
Allah tidak menguji hamba-Nya untuk membuktikan seberapa tinggi iman orang
tersebut. Dan untuk mempertahankan keimanan tersebut. Sebagai pemimpin
keluarga, Nabi Ibrahim harus menjaga keimanannya dan menularkannya kepada
anggota keluarganya.
Kedua,
sikap anak kepada kecintaannya kepada Allah swt. Dari cerita tersebut, Nabi
Ismail merelakan dan meyakinkan ayahnya jika apa yang telah diperintahkan oleh
merupakan hal yang wajib dilakukan. Bahkan Nabi Ismail mendukung untuk segera
melaksanakan perintah Allah tersebut. Hal ini membuktikan bahwa Nabi Ismail
sebagai anak melihat Nabi Ibrahim sebagai ayah yang bisa dipercaya. Ismail
percaya bahwa Ismail membawa risalah dari Allah dan ia juga percaya bahwa
ayahnya lah yang harus melakukan mimpi itu. Ia pun percaya bahwa ayahnya harus
melakukan perintah itu.
Dalam
kisah Nabi Nuh dikatakan bahwa pada zaman itu adalah zaman dimana kekafiran
merajalela. Penyembahan berhala dan pengingkaran ayat – ayat Allah terjadi.
Nabi Nuh membuat perahu atas petunjuk dari Allah dan menyerukan pada kaumnya
untuk bertaubat termasuk istri dan anaknya. Namun mereka tidak mau bertaubat,
justru mengolok – ngoloknya. Dan ketika banjir besar datang mereka semua mati
bergitupun anak dan istri Nabi Nuh. Begitulah akibatnya bila tidak menurut
dengan suami dan ayah.
Rasulullah
saw menyayangi anak – anak. Baik kepada keturunan sendiri maupun anak orang
lain. Abu Hurairah r.a pernah meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah mencium
Hasan bin Ali dan di dekatnya ada Al – Aqro bin Hais As’amini sedang duduk. Ia
kemudian berkata, “aku mempunyai sepuluh orang anak dan tak pernah sekalipun
aku menciumnya.” Rasulullah memandangnya kemudian berkata, “barang siapa yang
tidak mengasihi maka dia tidak akan dikasihi.” Diriwayatkan dalam hadist shahih
Bukhari dalam kitab Adam hadist nomor 5544, dijelaskan seorang sahabat rasul
Samah bin Zaid ketika masih kecil punya kenangan manis didudukkan di pangkuan
Rasulullah saw, “Rasulullah saw pernah mendudukkan ku di atas pahanya dan
meletakkan Hasan cucu Rasulullah di atas pahanya yang lain. Kemudian memeluk
kami berdua dan berkata, “ya Allah kasihinilah keduanya karena sesungguhnya aku
mengasihi keduanya.”
Begitulah salah satu contoh dari Rasulullah bersikap
kepada anak – anak. Secara halus beliau mengajarkan kita untuk memperhatikan
anak – anak. Beliau juga mempraktekan kasih sayang terhadap anak dengan penuh
cinta, kasih, dan lemah lembut. Maka dari itu, apapun sikap yang bertolak
belakang dengan yang dicontohkan Rasulullah merupakan bentuk kejahatan terhadap
anak.
Contoh
kejahatan orangtua terhadap anak diantaranya memaki dan menghina anak. Orangtua
dikatakan menghina anaknya bila memaparkan kejelekan dan kekurangan anaknya.
Lebih jahat lagi bila kejelekan tersebut dipaparkan detail di depan teman –
teman si anak. Apalagi dengan memberikan nama atau sebutan yang jelek terhadap
si anak. Rasulullah saw pernah mengganti nama beberapa anak ketika menemukan
nama seorang anak dengan panggilan buruk.
Pilih
kasih juga merupakan bentuk kejahatan terhadap anak. Memberi lebih pada anak
kesayangan dan mengabaikan anak yang lain merupakan akar dari pertengkaran
antar saudara. Hal ini juga sebagai pemicu putus hubungannya silaturahmi anak
terhadapa orangtuanya. Pada hadist shahis Nu’man bin Ba’syir bercerita bahwa,
“ayahku menimpakan sebagian hartanya untukku. Ibuku, Abrah binti Warahah tidak
menyutujuinya dan pergi menemui Rasulullah. Kemudian ayahku menyusulnya sebagai
saksi atas sedekah yang diberikan kepadaku. Kemudian Rasulullah bertanya,
“apakah engkau melakukan hal ini kepada seluruh anak – anak mu?”. Ayah ku
menjawab, “tidak”. Kemudian Rasulullah berkata, “bertakwalah kepada Allah da
berlakulah adil kepada anak – anak mu.” Ayah ku kemudian kembali dan menarik
kembali sedekah itu.”
Puncak
kezhaliman orang tua terhadap anak adalah ketika tidak menunjukkan rasa cinta
kepada anak perempuannya yang kurang cantik, kurang pantai, atau cacad salah
satu anggota tubuhnya. Astaghfirullah. Semoga kita bukan termasuk golongan yang
bertolak belakang dengan apa yang dicontohkan Rasulullah.
Nah, untuk para pembaca terkhusus pada kamu yang sudah menyandang status Ayah, sudahkah mencontoh sikap Rasulullah yang penyayang terhadap anak - anak ?? Sudahkah melaksanakan kewajiban mengajarkan akhlaq yang baik dan menanamkan pikiran yang briliyan kepada anak - anak kamu semua? Kalau belum, ayo mulai sekarang dilatih untuk menunjukkan kasih sayang itu dengan baik. Ingat loh bahwa seorang aayah adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah swt kelak. Anak pun akan bisa menjadi seorang penyelamat kedua orangtuanya di akhirat kelak jika orangtuanya telah menjadikan si anak menjadi anak yang shaleh/shalihah.
Semoga bacaan tersebut bermanfaat, maaf bila terjadi salah - salah kata. Wallahualam.
source: khazanah trans 7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar