Beberapa
tahun lalu telah hadir buku panduan bernama LKS atau lembar kegiatan siswa di
ranah dunia pendidikan Indonesia kita, mulai dari tingkat SD sampai SMU,
beragam isi dan materi juga penerbitnya. LKS hadir di tengah masyarakat
pendidikan tujuanya adalah agar murid bisa dengan cepat berkreatif dari
masing-masing pelajaran, namun apa yang terjadi murid hanya dibebani soal-soal
yang mereka sendiri tidak tahu jawabanya hal itu terjadi disebabkan oleh
murid-murid tidak sempat untuk memiliki
buku paket.
Hal seperti
itu sepertinya terbalik, mengapa demikian ?.Sebab pada hakekatnya murid
dituntut untuk gemar membaca materi pelajaran sedangkan disisi lain murid
sekarang malas untuk belajar atau membaca. Anggapan pendidik bahwa kehadiran
LKS sangat membantu, tetapi secara riil dengan adanya LKS para pendidik tidak
semestinya mengajar tetapi hanya menyuruh siswa untuk mengerjakan LKS
tanpa disadari untuk membaca buku acuannya terlebih dahulu. Sehingga berdampak bahwa
murid bukan semakin pintar tetapi semakin bodoh dengan sendirinya.
LKS sama dengan bisnis
Keberadaan
LKS makin hari makin laris adanya, hal seperti itu merupakan lahan bisnis yang
empuk tanpa mereka sadari, mereka tidak berfikir lebih jauh tentang adanya LKS
yang penting laris manis barang dagangan habis. Dan LKS tersebut tidak membuat
pendidik menjadi lebih kreatif, tinggal comot dari isi LKS kemudian murid
mengerjakannya. Tidak seperti dulu kita (penulis) hanya memiliki buku-buku
paket sebagai pelengkap yang utama adalah keterangan dari pendidik (guru),
apalagi buku-buku paket tersebut dapat diwariskan kepada adik-adik kelasnya. Tidak
seperti sekarang bahwa LKS “habis manis sepah dibuang” artinya tidak bisa
diwariskan kepada adik-adik kelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar