It Does’nt Mean…
Lutfi menjatuhkan tubuhnya tepat di kursi sebelah Awan-yang kini tengah sibuk mengunyah es krim.
“Man, lo nggak takut gemuk?” tanya Lutfi sedikit khawatir melihat Awan begitu bergairah memakan es krimnya.
Tetapi, sebaliknya, Awan malah menggeleng santai sambil menggigit es krim Magnum-nya hingga mengeluarkan bunyi ‘kletuk’ seperti di iklan-iklan.
“Nggak neg makan begituan tiap ari?”
“Enggak,” jawab Awan singkat. Bahkan lebih santai daripada yang tadi.
“Gimana kelanjutan lo sama Lily?” Lutfi sengaja mengalihkan topik pembicaraan. Nanyain Awan apa nggak takut gemuk, nggak neg makan makanan yang manis-manis tiap hari, hanya akan membuatnya dongkol.
“Baik-baik aja. Masih close friend.”
“Nggak ada keinginan buat…”
“Nggak. Belum,” potong Awan cepat. Bahkan pandangan matanya nggak mengarah ke Lutfi.
“Kenapa?” tanya Lutfi penasaran.
“Nggak kenapa-kenapa.”
Oh, shit. Lutfi mendengus kesal. Kalau begini ceritanya, dia lebih memilih ngomong sama komik daripada sama anak ajaib kayak Awan.
Nggak bisa dipungkiri lagi kalau tingkat nyebelin-nya Awan sudah hampir mencapai stadium akhir. Meskipun sudah 2 tahun Lutfi mengenal Awan, tak urung, Lutfi masih sering dongkol dengan sikap Awan yang super duper nyebelin.
Tapi, Lutfi juga tau. Dibalik sikap nyebelin-nya Awan, ternyata Awan adalah anak yang baik dan penuh kejutan.
“Males gue, ngomong sama anak autis kek lo,” ucap Lutfi tanpa memandang Awan.
Awan menyeringai. “Bukan gue yang autis. Tapi lo yang hiperaktif,” katanya yang makin membuat Lutfi bête setengah mati.
***
Pulang sekolah…
Dengan santainya, Awan merobek bungkus es krimnya. Sama sekali dia nggak memperdulikan orang yang berjalan di sampingnya.
Lagi, Awan menggigit es krim-nya tanpa kira-kira. Dia nggak ambil pusing sama bunyi ‘kletak-kletuk’ yang disebabkan karna dia menggigit es krim-nya terlalu keras. Selama Lily, orang di sampingnya belum protes.
Tapi, lama-lama Lily gerah juga dengan sikap Awan. Bayangin aja! Sepanjang jalan, Awan nggak ngajak ngobrol. Malah sibuk sendiri sama es krim-nya. Cewek mana coba yang nggak gerah digituin?
Lily memandang Awan tajam.
Sadar diperhatikan, Awan langsung bertanya. “Kenapa?” tanyanya seperti tanpa dosa.
Lily mendengus. “Nggak. Nggak pa-pa. Keliatannya enak.”
“Oh,” jawab Awan singkat.
Lily makin sebel.
“Lo nggak nawarin gue?” Tanya Lily dongkol.
“Enggak.”
Ukh!
Darah Lily berasa naik ke ubun-ubun.
Baru aja Lily mau mangap lagi, mau mengeluarkan semua ‘dalil’-nya ketika Awan buru-buru menyela.
“Jam 4 nanti gue jemput. Gue mau ajak lo ke suatu tempat. Lagi, lo juga nggak mau kan, es krim bekas gue?”
Setelah berkata begitu, Awan langsung menggandeng lengan Lily dengan tangan kiri. Sementara tangan kanannya masih memegang es krim.
Lily-pun diam.
***
“Kita tuh mau kemana sih?” tanya Lily ketika motor yang dikendarai Awan melesat cepat di jalanan.
“Ke suatu tempat yang romantis.”
Lily terdiam.
Awan menghentikan motornya di pelataran sebuah swalayan yang cukup ramai. Lily hanya bisa menatap bingung. Kok ke swalayan sih? Loading juga ternyata nih anak...
“Lo tunggu di sini, ya! Gue mau masuk dulu,” Awan mencubit kedua pipi Lily. Tertawa. Kemudian, ngibrit. Masuk ke dalam swalayan.
Lily langsung illfeel. Mana sisi romantis dari swalayan ini? Akh, Awan memang susah dimengerti. Dengan langkah gontai, Lily berjalan menuju tempat duduk yang disediakan pihak swalayan di sebelah kiri depan bangunan.
Seven minutes later...
Awan menghampiri Lily sambil bawa bungkusan plastik yang guede buanget.
“Kemana aja sih lo? Gue cariin juga.”
Awan duduk di sebelah Lily. Saat itu, orang-orang yang keluar maupun mau masuk ke dalam swalayan lumayan banyak.
“Jadi, apa yang lo maksud...,”
“Ssh,” Awan meletakkan telunjuknya di antara kedua bibir Lily. Isyarat nyuruh diam.
Kemudian, Awan menumpahkan isi plastik itu tepat di hadapan Lily.
Lily kaget.
Es krim!
Gila! Banyak banget...
Awan mengambil beberapa bungkus es krim, mengulurkannya pada Lily. “Mau nggak, jadi cewek gue?” tanyanya tulus.
Lily terbelalak.
Orang-orang di sekitar, memperhatikan mereka.
“Kalo gue nggak ngasih lo es krim, bukan berarti gue pelit dan nggak peduli sama lo. Gue Cuma nyari waktu yang tepat aja buat ngasih lo es krim.”
Lily terperanjat. Kemudian tersenyum.
“Iya, gue mau kok,” jawabnya dengan muka merah.
“Cyeeelaa,” seketika itu pula, pelataran swalayan berubah jadi heboh. Awan sama Lily cuma bisa cengar-cengir malu.
It’s damn sweet moment!
Lutfi menjatuhkan tubuhnya tepat di kursi sebelah Awan-yang kini tengah sibuk mengunyah es krim.
“Man, lo nggak takut gemuk?” tanya Lutfi sedikit khawatir melihat Awan begitu bergairah memakan es krimnya.
Tetapi, sebaliknya, Awan malah menggeleng santai sambil menggigit es krim Magnum-nya hingga mengeluarkan bunyi ‘kletuk’ seperti di iklan-iklan.
“Nggak neg makan begituan tiap ari?”
“Enggak,” jawab Awan singkat. Bahkan lebih santai daripada yang tadi.
“Gimana kelanjutan lo sama Lily?” Lutfi sengaja mengalihkan topik pembicaraan. Nanyain Awan apa nggak takut gemuk, nggak neg makan makanan yang manis-manis tiap hari, hanya akan membuatnya dongkol.
“Baik-baik aja. Masih close friend.”
“Nggak ada keinginan buat…”
“Nggak. Belum,” potong Awan cepat. Bahkan pandangan matanya nggak mengarah ke Lutfi.
“Kenapa?” tanya Lutfi penasaran.
“Nggak kenapa-kenapa.”
Oh, shit. Lutfi mendengus kesal. Kalau begini ceritanya, dia lebih memilih ngomong sama komik daripada sama anak ajaib kayak Awan.
Nggak bisa dipungkiri lagi kalau tingkat nyebelin-nya Awan sudah hampir mencapai stadium akhir. Meskipun sudah 2 tahun Lutfi mengenal Awan, tak urung, Lutfi masih sering dongkol dengan sikap Awan yang super duper nyebelin.
Tapi, Lutfi juga tau. Dibalik sikap nyebelin-nya Awan, ternyata Awan adalah anak yang baik dan penuh kejutan.
“Males gue, ngomong sama anak autis kek lo,” ucap Lutfi tanpa memandang Awan.
Awan menyeringai. “Bukan gue yang autis. Tapi lo yang hiperaktif,” katanya yang makin membuat Lutfi bête setengah mati.
***
Pulang sekolah…
Dengan santainya, Awan merobek bungkus es krimnya. Sama sekali dia nggak memperdulikan orang yang berjalan di sampingnya.
Lagi, Awan menggigit es krim-nya tanpa kira-kira. Dia nggak ambil pusing sama bunyi ‘kletak-kletuk’ yang disebabkan karna dia menggigit es krim-nya terlalu keras. Selama Lily, orang di sampingnya belum protes.
Tapi, lama-lama Lily gerah juga dengan sikap Awan. Bayangin aja! Sepanjang jalan, Awan nggak ngajak ngobrol. Malah sibuk sendiri sama es krim-nya. Cewek mana coba yang nggak gerah digituin?
Lily memandang Awan tajam.
Sadar diperhatikan, Awan langsung bertanya. “Kenapa?” tanyanya seperti tanpa dosa.
Lily mendengus. “Nggak. Nggak pa-pa. Keliatannya enak.”
“Oh,” jawab Awan singkat.
Lily makin sebel.
“Lo nggak nawarin gue?” Tanya Lily dongkol.
“Enggak.”
Ukh!
Darah Lily berasa naik ke ubun-ubun.
Baru aja Lily mau mangap lagi, mau mengeluarkan semua ‘dalil’-nya ketika Awan buru-buru menyela.
“Jam 4 nanti gue jemput. Gue mau ajak lo ke suatu tempat. Lagi, lo juga nggak mau kan, es krim bekas gue?”
Setelah berkata begitu, Awan langsung menggandeng lengan Lily dengan tangan kiri. Sementara tangan kanannya masih memegang es krim.
Lily-pun diam.
***
“Kita tuh mau kemana sih?” tanya Lily ketika motor yang dikendarai Awan melesat cepat di jalanan.
“Ke suatu tempat yang romantis.”
Lily terdiam.
Awan menghentikan motornya di pelataran sebuah swalayan yang cukup ramai. Lily hanya bisa menatap bingung. Kok ke swalayan sih? Loading juga ternyata nih anak...
“Lo tunggu di sini, ya! Gue mau masuk dulu,” Awan mencubit kedua pipi Lily. Tertawa. Kemudian, ngibrit. Masuk ke dalam swalayan.
Lily langsung illfeel. Mana sisi romantis dari swalayan ini? Akh, Awan memang susah dimengerti. Dengan langkah gontai, Lily berjalan menuju tempat duduk yang disediakan pihak swalayan di sebelah kiri depan bangunan.
Seven minutes later...
Awan menghampiri Lily sambil bawa bungkusan plastik yang guede buanget.
“Kemana aja sih lo? Gue cariin juga.”
Awan duduk di sebelah Lily. Saat itu, orang-orang yang keluar maupun mau masuk ke dalam swalayan lumayan banyak.
“Jadi, apa yang lo maksud...,”
“Ssh,” Awan meletakkan telunjuknya di antara kedua bibir Lily. Isyarat nyuruh diam.
Kemudian, Awan menumpahkan isi plastik itu tepat di hadapan Lily.
Lily kaget.
Es krim!
Gila! Banyak banget...
Awan mengambil beberapa bungkus es krim, mengulurkannya pada Lily. “Mau nggak, jadi cewek gue?” tanyanya tulus.
Lily terbelalak.
Orang-orang di sekitar, memperhatikan mereka.
“Kalo gue nggak ngasih lo es krim, bukan berarti gue pelit dan nggak peduli sama lo. Gue Cuma nyari waktu yang tepat aja buat ngasih lo es krim.”
Lily terperanjat. Kemudian tersenyum.
“Iya, gue mau kok,” jawabnya dengan muka merah.
“Cyeeelaa,” seketika itu pula, pelataran swalayan berubah jadi heboh. Awan sama Lily cuma bisa cengar-cengir malu.
It’s damn sweet moment!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar